Minggu, 01 Juni 2014

Sosialisasi

BAB I
SOSIALISASI sebagai PROSES PEMBENTUK KEPRIBADIAN
Disusun Oleh : Kelas X A
Darvin Limanto, Ivan Darmawan, Jessica Tee, Vincent
 
 
 
I. Sosialisasi
A.      Pengertian Sosialisasi
Pada pelajaran sebelumnya, kita sudah belajar mengenai interaksi social yang merupakan inti dari kehidupan bermasyarakat.Interaksi individu maupun interaksi dengan kelompok inilah yang melahirkan suatu proses yang dinamakan sosialisasi.Sosialisasi dalam bahasa sederhananya, disebut dengan bergaul.


Dalam KBBI, sosialisasi berarti suatu proses belajar seorang anggota masyarakat untuk mengenal dan menghayati kebudayaan masyarakat dilingkungannya.
Berikut ini definisi sosialisasi menurut para ahli antara lainsebagai berikut.
1.      Charlotte Buhler
Sosialisasi adlah proses yang membantu individu belajar dan menyesuaikan diri, bagaimana cara hidup dan berpikir kelompoknya agar dia dapat berperan dan berfungsi dalam kelompoknya.
2.      Peter Berger
Sosialiasi adalah suatu proses ketika seorang anak belajar menjadi seorang anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat.
3.      Bruce J. Cohen
Sosialisasi adlah proses- proses manusia mempelajari tata cara kehidupan dalam masyarakat, untuk memperoleh kepribadian dan membangun kapasitasnya agar berfungsi dengan baik sebagai individu maupun sebagai anggota suatu kelompok.
 
Jadi, secara sederhana sosialisasi dapat diartikan sebagai sebuah prosesseumur hidup yang berkenaan dengan bagaimana individu mempelajari cara- cara hidup serta norma dan nilai social yang ada, agar dapat berkembang menjadi pribadi yang dapat diterima di masyarakat.
Sosialisasi juga dapat diartikan sebagai proses penanaman nilai ataupun pengetahuan agar seorang manusia atau individu dapat diterima dalam kelompok masyarakat.
 
B.      Fungsi Sosialisasi
Sosialisasi yang dilakukan berfungsi untuk :
1.      Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada individu.
2.      Menambah kemampuan berkomunikasi, mengembangkan kemampuan menulis, membaca, dan bercerita.
3.      Membantu mengembangkan kemampuan seseorang mengendalikan fungsi-fungsi organik melalui latihan-latihan mawas diri yang tepat.
Artinya, dengan sosialisasi seseorang akan dapat memahami hal-hal yang baik dan dianjurkan dalam masyarakat untuk dilakukan. Selain itu juga dapat mengetahui dan memahami hal-hal buruk yang sebaiknya dihindari dan tidak dilakukan.
4.      Menanamkan kepada seseorang nilai-nilai dan kepercayaan pokok yang ada pada masyarakat.
C.      Tahapan-Tahapan Sosialisasi
Penyesuaian diri terjadi secara berangsur-angsur, seiring dengan perluasan dan pertumbuhan pengetahuan serta penerimaan individu terhadap nilai dan norma yang terdapat dalam lingkungan masyarakat. Dengan melandaskan pemikirannya pada Teori Peran Sosial, George Herbert Mead dalam bukunya yang berjudul “Mind, Self, and Society from The Standpoint of Social Behaviorist “(1972) berpendapat bahwa sosialisasi yang dilalui seseorang dapat diklasifikasikan melalui tahap-tahap berikut ini.
1.       Tahap Persiapan (Preparatory Stage)
Tahap ini dialami sejak manusia dilahirkan, saat seorang anak mempersiapkan diri untuk mengenal dunia sosialnya.Pada tahap ini juga anak mulai melakukan kegiatan meniru meski tidak sempurna.Dalam tahap ini, individu sebagai calon anggota masyarakat dipersiapkan dengan dibekali nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pedoman bergaul dalam masyarakat oleh lingkungan yang terdekat, yaitu keluarga.
Lingkungan yang memengaruhi termasuk individu yang berperan dalam tahapan ini relatif sangat terbatas, sehingga proses penerimaan nilai dan norma juga masih dalam tataran yang paling sederhana.
2.       Tahap Meniru (Play Stage)
Tahap ini ditandai dengan semakin sempurnanya seorang anak menirukan peran-peran yang dilakukan oleh orang dewasa. Pada tahap ini mulai terbentuk kesadaran tentang nama diri dan siapa nama orang tuanya, kakaknya, dan sebagainya. Anak mulai menyadari tentang apa yang dilakukan oleh seorang ibu dan apa yang diharapkan seorang ibu dari dirinya. Dengan kata lain, kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain juga mulai terbentuk pada tahap ini. Kesadaran bahwa dunia sosial manusia berisikan orang-orang yang jumlahnya banyak telah juga mulai terbentuk.
3.      Tahap Siap Bertindak (Game Stage)
Peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang dan digantikan peran yang secara langsung dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya menempatkan diri pada posisi orang lain pun meningkat, sehingga memungkinkan adanya kemampuan bermain secara bersama-sama.
Pada tahap ini individu mulai berhubungan dengan temanteman sebaya di luar rumah.Peraturan-peraturan yang berlaku di luar keluarganya secara bertahap mulai dipahami. Bersamaan dengan itu, anak mulai menyadari bahwa ada norma tertentu yang berlaku di luar keluarganya.
4.      Tahap Penerimaan Norma Kolektif (Generalizing Stage)
Pada tahap ini seseorang telah dianggap dewasa.Dia sudah dapat menempatkan dirinya pada posisi masyarakat secara luas. Dengan kata lain, dia dapat bertenggang rasa tidak hanya dengan orang-orang yang berinteraksi dengannya, tetapi juga dengan masyarakat secara luas. Manusia dewasa menyadari pentingnya peraturan, kemampuan bekerja sama, bahkan dengan orang lain yang tidak dikenalnya. Manusia dengan perkembangan diri pada tahap ini telah menjadi warga masyarakat dalam arti sepenuhnya.Dalam tahap ini, individu dinilai sudah mencapai tahap kematangan untuk siap terjun dalam kehidupan masyarakat.
 
D.     Jenis- jenis Sosialisasi
Sosialisasi dapat dibedakan menjadi 2 jenis secara garis besar, yakni sosialisasi primer dan sosialisasi dalam arti luas.
1.      Sosialisasi Primer
Sosialisasi primer biasanya terjadi di ruang lingkup keluarga inti melalui orangtua dan saudara kandung.Sosialisasi Primer juga disebut sosialisasi awal dan sebagai langkah pertama dalam pembentukan kepribadian.Sosialisasi pirmer berlangsung ssat anak berusia 1-5 tahun atau saat anak belum masuk ke sekolah. Dari sini, watak kepribadian anak akan sangat ditentukan oleh warna kepribadian dan interaksi yang terjadi antara anak dan anggota keluarga. Di usia ini, otak akan berkembang sangat pesat dan mampu menyerap berbagai hal (dari kegiatan fisik sampai keterampilan social dan emosional) dengan sangat cepat. Maka itulah alasan, kegiatan itu akan menjadi ciri mendasar kepribadian anak setelah dewasa.
2.      Sosialisasi Sekunder
Sosialisasi sekunder adalah suatu proses sosialisasi lanjutan. Bentuknya dapat berupa resosialisasi dan desosialisasi
a.       Resosialisasi
Seseorang diberi identitas diri yang baru.
Misal : Seseorang yang diasingkan ke Negara atau daerah lain yang tak dikenali.
b.      Desosialisasi
Seseorang mengalami ‘pencabutan’ identitas diri yang lama.
Misal : Seseorang yang telah selesai menjalani masa hukuman sebagai narapidana. Identitasnya sebagai narapidana akan dicabut.
3.      Sosialisasi represi
Sosilaisasi dengan cara represi ini menekankan pada penggunaan hukuman terhadap kesalahan yang dilakukan oleh individu. Sosialisasi ini banyak diterapkan di keluarga agar kelakuan yang ada berdasar pada keinginan orang tua.
 
E.      Agen Sosialisasi
1.      Keluarga
Keluarga merupakan media awal dari suatu proses sosialisasi, sehingga peran orangtua dalam membentuk kepribadian anak terlihat dari hal ini. Kelakuan orang tua juga dapat diikuti oleh anak dalam hal ini, jadi seharusnya orangtua dapat mengembangkan perilaku yang baik dan positif agar dapat dicontoh oleh anak- anak.
 
2.      Kelompok Bermain
Setelah anak dapat berjalan, berbicara, dan berpergian, ia mulai bertemu dan berinteraksi dengan teman (dalam hal ini bukan teman sekolah) Anak- anak harus diawasi hubungannya dengan anak lain, karena pergaulan yang salah dapat menyebabkan kepribadian anak bisa berperilaku yang salah.
3.      Lingkungan Sekolah
Sekolah menjadi agen sosialisasi berikutnya bagi anak, karena disinilah tempat anak menghabiskan waktunya dengan belajar ataupun melakukan kegiatan lainnya yang positif.Perkembangan anak harus diawasi pula oleh guru dan orang tua, karena dalam lingkungan sekolah anak mempelajari hal- hal yang baru, dan mungkin saja tidak pernah diajarkan sebelumnya.
4.      Media Massa
Para ilmuwan sosial telah banyak membuktikan bahwa pesan-pesan yang disampaikanmelalui media massa (televisi, film, internet, buku, dst.)memberikan pengaruh bagi perkembangan diri seseorang, terutama anak-anak dan remaja.
 
Beberapa hasil penelian menyatakan bahwa sebagian besar waktu anak-anak dan remaja dihabiskan untuk menonton televisi, bermain game online dan berkomunikasi melalui internet yang sudah menjadi teknologi biasa saat ini. Pengaruh yang diberikan sangat besar karena waktu yang banyak dihabiskan melalui kegiatan ini oleh anak- anak maupun para remaja.Perlu ada pengawasan dari orang tua dalam membimbing anaknya melalui kecanggihan teknologi ini.
 
II. Kepribadian
A.      Pengertian Kepribadian
Istilah personality berasal dari kata latin “persona” yang berarti topeng atau kedok, yaitu tutup muka yang sering dipakai oleh pemain-pemain panggung, yang maksudnya untuk menggambarkan perilaku, watak, atau pribadi seseorang.
Berikut definisi kepribadian menurut para ahli adalah sebagai berikut.
1.      Agus Sujanto dkk (2004),
Kepribadian adalah suatu totalitas psikofisis yang kompleks dari individu, sehingga nampak dalam tingkah lakunya yang unik.
2.      Kartini Kartono dan Dali Gulo dalam Sjarkawim (2006)
Kepribadian (personality) adalah sifat dan tingkah laku khas seseorang yang membedakannya dengan orang lain; integrasi karakteristik dari struktur-struktur, pola tingkah laku, minat, pendiriran, kemampuan dan potensi yang dimiliki seseorang; segala sesuatu mengenai diri seseorang sebagaimana diketahui oleh orang lain.
3.      Allport
Allport mendefinisikan personality sebagai susunan sistem-sistem psikofisik yang dinamis dalam diri individu, yang menentukan penyesuaian yang unik terhadap lingkungan.Sistem psikofisik yang dimaksud Allport meliputi kebiasaan, sikap, nilai, keyakinan, keadaan emosional, perasaan dan motif yang bersifat psikologis tetapi mempunyai dasar fisik dalam kelenjar, saraf, dan keadaan fisik anak secara umum.
 
Secara garis besar, kepribadian mencakup kebiasaan, sikap, dan sifat yang dimiliki oleh seseorang, dan kepribadian seseorang dapat berkembang apabila berhubungan dengan orang lain.
 
B.      Susunan Kepribadian
Perilaku manusia ditentukan oleh naluri, dorongan- dorongan, reflex, atau kelakuan manusia yang tidak lagi dipengaruhi dan ditentukan oleh akal dan jiwa. Unsur- unsur inilah yang menentukan perbedaan perilaku tiap- tap individu yang disebut susunan kepribadian, yang meliputi :
1.      Pengetahuan
Pengetahuan individu terisi dengan fantasi, pemahanamn, dan konsep yang lahir dari pengamatan dan pengalaman mengenai hal- hal yang berbeda dan diungkapkan oleh individu dalam bentuk perilaku.
2.      Perasaan
Perasaan adalah suatu keadaan dalam kesadaran manusia yang dapat menghasilkan penilaian positif atau negative terhadap sesuatu.Perasaan bersifat subjektif, dan mengisi penuh kesadaran manusia setiap saat.
3.      Dorongan naluri
Dorongan naluri adalah kemauan yang sudah merupakan naluri untuk setiap manusia.
Sedikitnya ada tujuh macam dorongan naluri, yaitu:
·         Dorongan untuk mempertahankan hidup
·         Dorongan seksual
·         Dorongan untuk mencari makan
·         Dorongan untuk bergaul & berinteraksi dengan sesama manusia
·         Dorongan untuk meniru tingkah laku sesamanya
·         Dorongan untuk berbakti
·         Dorongan akan keindahan bentuk, warna, suara & gerak.
 
C.      Faktor- faktor Pembentuk Kepribadian
1.      Faktor Biologis
Beberapa pendapat menyatakan bahwa bawaan biologis berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian.Semua manusia yang normal dan sehat memiliki persamaan biologis tertentu, seperti memiliki dua tangan, panca indera, kelenjar seksual, dan otak yang rumit.Persamaan biologis ini membantu menjelaskan beberapa persamaan dalam kepribadian dan perilaku semua orang.Namun setiap warisan biologis seseorang bersifat unik. Artinya, tidak seorangpun yang mempunyai karakteristik fisik yang sama, seperti ukuran tubuh, kekuatan fisik, atau kecantikan. Faktor biologis yang paling berpengaruh dalam pembentukan kepribadian adalah jika terdapat karakteristik fisik unik yang dimiliki oleh seseorang.
Contohnya, kalau orang bertubuh tegap diharapkan untuk selalu memimpin dan dibenarkan kalau bersikap seperti pemimpin, tidak aneh jika orang tersebut akan selalu bertindak seperti pemimpin. Jadi, orang menanggapi harapan perilaku dari orang lain dan cenderung menjadi berperilaku seperti yang diharapkan oleh orang lain itu.
Sama halnya dengan anggapan orang gemuk adalah periang, orang yang keningnya lebar berpikir cerdas, orang yang berambut merah wataknya mudah marah, atau orang yang cacat fisik mempunyai sifat rendah diri.Anggapan seperti itu lebih banyak disebabkan apriori masyarakat yang dilatarbelakangi kondisi budaya setempat.
Perlu dipahami bahwa faktor biologis yang dimaksudkan dapat membentuk kepribadian seseorang adalah faktor fisiknya dan bukan warisan genetik.Kepribadian seorang anak bisa saja berbeda dengan orangtua kandungnya bergantung pada pengalaman sosialisasinya.
Contohnya, seorang bapak yang dihormati di masyarakat karena kebaikannya, sebaliknya bisa saja mempunyai anak yang justru meresahkan masyarakat akibat salah pergaulan.Akan tetapi, seorang yang cacat tubuh banyak yang berhasil dalam hidupnya dibandingkan orang normal karena memiliki semangat dan kemauan yang keras.
Dari contoh tersebut dapat berarti bahwa kepribadian tidak diturunkan secara genetik, tetapi melalui proses sosialisasi yang panjang. Salah apabila banyak pendapat yang mengatakan bahwa faktor genetik sangat menentukan pembentukan kepribadian dan ini berarti tidak semua faktor karakteristik fisik menggambarkan kepribadian seseorang.
2.      Faktor Geografis (lingkungan fisik)
Faktor geografis yang dimaksud adalah keadaan lingkungan fisik (iklim, topografi, sumberdaya alam) dan lingkungan sosialnya.Keadaan lingkungan fisik atau lingkungan sosial tertentu memengaruhi kepribadian individu atau kelompok karena manusia harus menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Contohnya, orang-orang Aborigin harus berjuang lebih gigih untuk dapat bertahan hidup karena kondisi alamnya yang kering dan tandus, sementara, bangsa Indonesia hanya memerlukan sedikit waktunya untuk mendapatkan makanan yang akan mereka makan sehari-hari karena tanahnya yang subur.
3.      Faktor kebudayaan khusus
Kebudayaan mempunyai pengaruh besar terhadap perilaku dan kepribadian seseorang, terutama unsur-unsur kebudayaan yang secara langsung memengaruhi individu.Kebudayaan dapat menjadi pedoman hidup manusia dan alat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
Oleh karena itu, unsur-unsur kebudayaan yang berkembang di masyarakat dipelajari oleh individu agar menjadi bagian dari dirinya dan ia dapat bertahan hidup. Proses mempelajari unsur-unsur kebudayaan sudah dimulai sejak kecil sehingga terbentuklah kepribadian-kepribadian yang berbeda antarindividu ataupun antarkelompok kebudayaan satu dengan lainnya.
Contohnya, orang Bugis memiliki budaya merantau dan mengarungi lautan.Budaya ini telah membuat orang-orang Bugis menjadi keras dan pemberani.
4.      Faktor pengalaman kelompok
Pengalaman kelompok yang dilalui seseorang dalam sosialisasi cukup penting perannya dalam mengembangkan kepribadian.Kelompok yang sangat berpengaruh dalam perkembangan kepribadian seseorang dibedakan menjadi dua sebagai berikut.
a.       Kelompok Acuan (Kelompok Referensi).
Sepanjang hidup seseorang, kelompok-kelompok tertentu dijadikan model yang penting bagi gagasan atau norma-norma perilaku.Dalam hal ini, pembentukan kepribadian seseorang sangat ditentukan oleh pola hubungan dengan kelompok referensinya.
b.      Kelompok Majemuk.
Kelompok majemuk menunjuk pada kenyataan masyarakat yang lebih beraneka ragam.Bermacam- macam kelompo ini memiliki pandangan yang berbeda- beda tentang aneka nilai dan norma dalam masyarakat.Dalam keadaan seperti ini, hendaknya seseorang berusaha dengan keras mempertahankan haknya untuk menentukan sendiri hal yang dianggapnya baik dan bermanfaat bagi diri dan kepribadiannya sehingga tidak hanyut dalam arus perbedaan dalam kelompok majemuk tempatnya berada.Artinya, dari pengalaman ini seseorang harus mau dan mampu untuk memilah-milahkannya.
5.      Faktor Pengalaman Unik
Pada lingkungan keluarga yang sama, tidak ada individu yang memiliki kepribadian yang sama, karena meskipun berada dalam satu keluarga tidak memiliki pengalaman yang sama.Pengalaman- pengalaman unik yang ada dapat dan akan memengaruhi kepribadian seseorang.
 
III. Pengaruh Kebudayaan bagi Kepribadian
Kebudayaan suatu masyarkat turut memberikan sumbangan pada pembentukan kepribdain seseorang. Kepribadian suatu individu dalam suatu masyarakat, walaupun berbeda- beda satu sama lainnya, dirangsang dan dipengaruhi oleh nilai- nilai dan norma dalam system budaya dan juga system social yang telah diserap melalui proses sosialisasi selama hidup sejak masa kecil.
 
Jadi, dapat diartikan juga masyarakat dan kebudayaan saling memengaruhi dan berasal dari individu dan perilakunya, dapat menciptakan kepribadian seseorang secara tidak langsung.
 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar