Minggu, 01 Juni 2014

Hasil Observasi desa Tegal

Oksigen Desa

 

Laporan Live In untuk Melengkapi Tugas Geografi dan Sosiologi

Disusun Oleh :

Vania Onasie / 23 / XA

Deviana / 3 / XD

 

SMA Tarakanita 2

Jl. Pluit Dalam I No. 10 Penjaringan, Jakarta Utara 14450


Live In adalah hal yang wajib dilakukan bagi kami siswa-siswi kelas 10 di SMA Tarakanita 2. Dan tiba saatnya, saat kami pergi Live In pada tanggal 28 april 2014-3 Mei 2014 yang bertempat di Klaten, Solo, Jawa Tengah. Kami semua terbagi dalam 4 desa yaitu, desa Pesu, desa Tegal, desa Mawen dan desa Sarap. Dan kami berdua, alias Vania dan Deviana, kebetulan bertempat tinggal di desa Tegal, yang termasuk ke dalam daerah dataran tinggi. Di desa Tegal ini masih dikelilingi gunung, dan didominasi oleh sawah (sehingga penduduknya agraris), serta di desa Tegal ini masih sedikit rumah-rumah penduduk. Udaranya pun cukup panas karena teriknya matahari, namun sejuk, karena angin bertiup kencang.

Di desa Tegal ini, kami tinggal di sebuah rumah, dan dapat dikatakan rumah orang tua angkat kami masih tergolong miskin, dibandingkan rumah-rumah tetangganya. Di dalam rumah itu tinggal ibu angkat kami dan ayah angkat kami, serta satu cucu perempuannya berumur dua tahun dari anak ketiganya yaitu perempuan. Ayah angkat kami berumur 50 tahun, dan pekerjaan beliau adalah sebagai tukang batu di Jakarta, yang baru saja berangkat ke Jakarta ketika hari kedua kami di rumah tersebut. Ibu angkat kami berumur juga 50 tahun, dan pekerjaan beliau adalah menjaga cucunya itu, memasak, mencuci baju dan piring, serta mengurus rumah, karena beliau sudah tidak bekerja. Mereka memiliki tiga orang anak, anak pertama mereka lelaki yang tinggal dan bekerja di Tangerang; anak kedua mereka lelaki sudah meninggal karena sakit diracuni orang melalui pembuluh darahnya, dengan disantet oleh teman kerjanya; anak ketiga mereka yaitu perempuan bekerja pada perusahaan garmen di kota Solo, dan pulang seminggu sekali. Keluarga angkat kami tersebut beragama Islam, ini terbukti karena kami sering melihat keluarga angkat kami menggunakan pakaian sembahyang umat beragama Islam, dan mereka sembahyang ala agama Islam. Ayah angkat kami adalah penduduk asli Tegal, sedangkan ibu angkat kami adalah pendatang yang baru tinggal di Tegal setelah menikah dengan ayah angkat kami.

Rumah ibu angkat kami masih beralaskan semen, beratapkan kayu bolong-bolong, dinding yang masih belum di cat, belum ada pompa, belum menggunakan air PAM (Perusahaan Air Minum), masih menggunakan sumur dengan menimba untuk keperluan mencuci piring dan baju, serta untuk mandi, meminta air putih untuk minum dari tetangga. Kamar tidur yang kami tempati berada di ruang tamu, yang hanya ditutupi oleh gorden, tempat tidur kami masih di atas semen, kami tidur tidak menggunakan kipas angin dan jendela ditutup, dapat dibayangkan betapa panasnya. Lalu atap-atap di atas kamar kami yang terbuat dari kayu yang masih memiliki celah, sering sekali kotoran binatang (seperti : kotoran cicak), dan binatang (contoh : serangga kecil-kecil) jatuh dari atas atap kamar kami, ke tempat tidur kami, sehingga tempat tidur kami kotor, dipenuhi kotoran binatang, dan binatang yang jatuh. Lalu kamar tidur kami banyak sekali nyamuk, sehingga kami harus menggunakan obat anti nyamuk ketika tidur. Di rumah ibu angkat kami ada dua ayam, dan kucing peliharaan ibu angkat kami. Dan cucu dari ibu angkat kami senang memeluk-meluk, serta menggendong-gendong kucing peliharaannya, yang bernama Pusi.

Keluarga angkat kami berperilaku sangat baik pada kami, beliau sudah menganggap kami seperti anak beliau sendiri. Beliau begitu perhatian pada kami. Ketika kami pergi, beliau selalu mengirimkan pesan singkat kepada kami untuk jangan lupa pulang ke rumah untuk makan. Beliaupun tidak membiarkan kami bekerja membantunya, namun kami tetap memaksa untuk membantunya, seperti membantu mencuci piring, membantu menimba air, membantu memotong sayur, menemani beliau ketika belanja di tukang sayur keliling, mengajak cucunya bermain.

Masyarakat sekitar desa Tegal ini mayoritas bekerja sebagai petani. Perlakuan keluarga angkat kami kepada masyarakat sekitar sangat ramah, baik, dan saling tolong menolong, begitupun sebaliknya masyarakat sekitar kepada keluarga angkat kami.

Manfaat geografi dalam bidang pertanian sangat baik terjadi dalam desa Tegal ini, karena dari segi geografi, pertanian merupakan system keruangan yang terdiri dari aspek fisik dan aspek manusia. Aspek fisik antara lain meliputi lahan, iklim, air, dan udara, yang aspek fisik ini sudah tersedia semua di desa Tegal ini. Sedangkan aspek manusia meliputi tenaga kerja, tradisi kehidupan, teknologi, dan ekonomi masyarakat, dan aspek manusia juga sudah tersedia semua di desa Tegal ini. Sehingga hal ini berguna untuk menjaga keseimbangan dan keselarasan lingkungan lahan desa Tegal supaya hasil produksinya semakin tetap tinggi tanpa merugikan lingkungan yang lain.

Berdasarkan konsep-konsep geografi, tempat kami Live In, konsep lokasinya yaitu nilai jual rumahnya akan rendah karena jauh dari jalan raya; konsep jaraknya yaitu jaraknya cukup jauh dengan desa lainnya, kelurahan, maupun jalan raya; konsep keterjangkauannya yaitu sulit dijangkau, karena daerah tersebut sudah berada di pedesaan, dan desa Tegal yang saya tinggali ini sulit dijangkau karena letaknya di daerah dataran yang lebih tinggi lagi; konsep polanya yaitu pola pemikuman dengan keadaan alam yang masih banyak sawah dan gunung di sekitarnya; morfologinya yaitu desa Tegal ini berada di dataran tinggi, dan jalannya sedikit bebatuan dan kurang rapi; konsep aglomerasinya yaitu penduduk cenderung bermatapencaharian sebagai petani; konsep nilai kegunaannya yaitu penduduk akan merasa lebih nyaman, karena mereka bermatapencaharian sebagai petani, dan sawah berada di dekat tempat tinggal mereka, jadi itu memudahkan mereka untuk bekerja.

Selama Live In, kami mengamati masyarakat pedesaan, bahwa mereka sangat mengutamakan tolong menolong antar tetangga yang mewarnai hampir seluruh segi kehidupan masyarakat, dan hal ini berbeda dengan masyarakat kota yang individualistis, dan di kota keakraban hubungan ketetanggaan cenderung berkurang dan renggang. Hal ini masuk ke dalam pelajaran Ruang Lingkup Sosiologi, mengenai konsep tentang realitas sosial budaya, yaitu ketetanggaan, yang berarti satuan sosial yang terdiri atas beberapa orang yang bertempat tinggal saling berdekatan. Dan konsep tentang realitas sosial budaya dianggap penting dalam mempelajari sosiologi, terutama bagi mereka yang ingin mendalami gejala dan realitas sosial budaya.

Dan di dalam tempat kami Live In, ada beberapa masalah yang masuk ke dalam masalah sosial dalam sosiologi, seperti : kemiskinan (yaitu rumah ibu angkat kami masih sangat sederhana, beralaskan semen, dinding yang belum dicat, atap yang masih berupa kayu bolong-bolong, belum ada pompa untuk menyalurkan air PAM (Perusahaan Air Minum) sehingga masih menimba di sumur untuk mandi dan mencuci baju serta pakaian), dan lingkungan hidup (yaitu tahun kemarin 2013, untuk pertama kalinya terjadi bencana banjir yang menggenangi rumah ibu angkat kami. Dan baru-baru ini ada asap yang menyelimuti lingkungan desa ibu angkat kami, akibat asap kiriman dari Yogyakarta).

Di tempat kami Live In juga ada banyak macam-macam nilai sosial, seperti : nilai berdasarkan cirinya, yaitu nilai yang mendarah daging, yang berarti nilai yang menjadi kebiasaan karena sudah ditanamkan sejak kecil, sehingga menjadi kepribadian orang itu (contohnya : semua penduduk di sana saling sapa-menyapa saat berpapasan di jalan). Dan contoh tersebut juga bisa masuk ke dalam nilai berdasarkan sifatnya, yaitu nilai etika, yang berarti, nilai yang ukurannya bersumber pada moral masyarakat setempat, yang ditunjukkan dengan tingkah laku. Selain nilai etika, masih banyak lagi macam-macam nilai sosial yang dapat digolongkan berdasarkan sifatnya, seperti : nilai religius, yang berarti nilai yang ukurannya bersumber pada ajaran agama yang dianut oleh masyarakat (contohnya : berdoa tepat waktu, dan selalu menyempatkan diri untuk membaca kitab suci agama masing-masing); nilai logika, yang berarti : nilai yang ukurannya bersumber pada akal pemikiran manusia secara umum (contohnya : ada anggapan di sana, bahwa anak perempuan dilarang pulang lewat dari jam 7 malam); nilai estetika, yang berarti : nilai yang ukurannya bersumber pada baik atau tidak, indah atau tidak yang didasarkan oleh perasaan (contohnya : orang-orang desa di sana, seperti ibu angkat saya, mempunyai rasa iba terhadap anak-anak kota yang live in di sana untuk pergi ke sawah atau mengerjakan pekerjaan yang berat, dikarenakan fisik anak-anak kota terlihat lebih bersih dan berkulit putih, serta terlihat lemah dan gemulai); nilai praktika, yang berarti : nilai yang ukurannya bersumber pada terampil atau tidak yang didasarkan oleh pengamatan (contohnya : keterampilan ibu angkat kami menimba di sumur secara cepat).

Dalam pengamatan kami, masyarakat desa juga melakukan interaksi sosial, yang berarti hubungan timbal balik antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok. Kami bisa menyimpulkan demikian, karena terpenuhinya beberapa syarat terjadinya interaksi sosial, seperti : adanya kontak sosial (kontak sosial bersifat primer (fisik bersentuhan) antara ibu angkat kami dengan cucunya, kontak sosial bersifat sekunder (tidak menyentuh, ada perantara) misalnya ibu angkat kami menggunakan telepon genggam untuk menelpon suaminya yang bekerja di Jakarta); komunikasi, karena ada 5 unsur pokok komunikasi, yaitu komunikator (orang yang menyampaikan informasi ke orang lain) berupa ibu angkat kami, komunikan (orang yang menerima inforasi dari komunikator) berupa bapak angkat kami, pesan (sesuatu yang disampaikan komunikator kepada komunikan) berupa ungkapan ibu angkat kami yang mengingatkan bapak angkat kami untuk istirahat yang cukup dan makan teratur, media (alat untuk menyampaikan pesan) berupa telepon genggam, dan efek (tanggapan atau perubahan yang diharapkan terjadi pada komunikan setelah mendapat pesan dari komunikator) berupa bapak angkat kami menjadi makan teratur di Jakarta.

Sosialisasi juga terjadi di tempat kami Live In. Hal ini dibuktikan dengan adanya jenis-jenis sosialisasi, berdasarkan tahapannya, yaitu sosialisasi sekunder, yang berarti : sosialisasi yang dilakukan di luar lingkup keluarga (contohnya : cucu dari ibu angkat kami sering diajarkan oleh ibu angkat kami untuk bersosialisasi dengan kami, melalui mengajarkan cucunya memanggil-manggil nama kami, dan mengajak kami bermain). Dan termasuk juga ke dalam jenis-jenis sosialisasi berdasarkan pelaksanaan, yaitu sosialisasi partisi partoris, yang berarti : penanaman kebiasaan nilai dan norma, yang menimbulkan kesadaran individu, dengan cara baik-baik (contohnya : ketika cucu dari ibu angkat kami tidak menyapa kami, ibu angkat kami langsung menasihatinya secara pelan-pelan, untuk menyapa kami).

Selain itu, cucu dari ibu angkat kami dapat masuk ke dalam tahapan sosialisasi, yaitu tahap awal atau persiapan (berumur 1-5 tahun), karena cucunya masih berusia 2 tahun. Sehingga cucunya itu dari lahir, melakukan sesuatu, namun belum mengetahui alasannya.

Ibu angkat kami juga berperan sebagai agen sosialisasi, yang termasuk ke golongan keluarga, karena beliau membantu cucunya (individu) untuk melaksanakan sosialisasi.

Selain itu, ibu angkat kami menjadi agen sosialisasi bagi cucunya, agar cucunya dapat mencapai tujuan sosialisasi yaitu : cucunya dapat mengenal diri sendiri (kepribadiannya) dan orang lain (kami), dan cucunya dapat menyesuaikan perannya di keluarga maupun masyarakat luas.

Dan secara alami, cucu dari ibu angkat kami sudah memiliki faktor intrinsik yang mempengaruhi sosialisasi, berupa biologis, kecerdasan, emosi, dan bakat. Sedangkan faktor ekstrinsik, cucu dari ibu angkat kami belum bisa mendapat pengaruh sepenuhnya dari keluarga, karena sehari-harinya cucu dari ibu angkat kami hanya tinggal berdua dengan ibu angkat kami, sedangkan ayah angkat kami bekerja di Jakarta dan jarang pulang, lalu ibunya bekerja di kota Solo dan hanya pulang seminggu sekali, serta ayahnya telah berpisah dengan ibunya, sehingga dia jarang bertemu ayahnya. Akibatnya, dia hanya merasa nyaman bila bersama ibu angkat kami.

Karena orang-orang desa selalu bersosialisasi dalam bentuk mereka selalu sapa menyapa, bersikap ramah satu sama lain, dan juga saling menolong satu sama lain, maka sosialiasi itu semua mempengaruhi kepribadian mereka, sehingga kepribadian mereka menjadi terbuka dan baik.

Banyak sekali faktor pembentuk kepribadian masyarakat desa, seperti : warisan biologis (sudah ada secara alami dari lahir), lingkungan fisik (orang-orang yang tinggal di daerah dataran tinggi, seperti desa Tegal tempat kami live in, memiliki suara yang lebih kecil (halus) dibandingkan dengan orang yang tinggal di pantai), lingkungan sosial budaya (dipengaruhi oleh keberadaan kelompok dalam masyarakat, yaitu mereka adalah orang Jawa, jadi otomatis mereka halus), pengalaman unik (ibu angkat kami pernah bercerita bahwa anak keduanya yang meninggal, dikarenakan disantet oleh temannya sendiri, sehingga ibu angkat kami pembawaan dalam dirinya lebih misterius dan terisolasi dengan masa lalunya).

Sehingga dapat disimpulkan sosialisasi individu dalam masyarakat desa dapat mempengaruhi kepribadian, karena kepribadian didapat dari pengalaman-pengalaman bersosialisasi. Seperti : kami menjadi ramah (kepribadian), setelah mengalami sosialisasi dengan masyarakat desa selama satu minggu.

Selama Live In, ada juga teman kami, yang bernama Hubert, jatuh dari sepeda motor di daerah tanjakkan. Ini akibat dirinya tidak mematuhi aturan guru, yang mengatakan dilarang membawa sepeda motor di desa. Ini masuk ke dalam jenis perilaku menyimpang, berdasarkan bentuknya : penyimpangan primer (temporer dan tidak berulang-ulang), berdasarkan sifatnya : penyimpangan negatif (ditolak oleh masyarakat), berdasarkan pelakunya : penyimpangan individu (dilakukan sendiri).

Bentuk perilaku menyimpang yang dilakukan teman kami, Hubert termasuk ke dalam kenakalan remaja.

Dan ada pengendalian sosial yang dilakukan setelah kejadian jatuhnya teman kami tersebut, yaitu masuk ke dalam macam pengendalian sosial, berdasarkan waktu : preventif (diperingati terlebih dahulu sebelum jatuh, bahwa dilarang naik motor oleh guru), dan represif, berupa persuasif (dinasihati oleh guru setelah jatuh dari motor).

Dengan adanya Live In ini, kami menerima banyak sekali pelajaran, yang bisa kami terapkan dalam kehidupan kami masing-masing, seperti : pertama yang biasanya kami setiap hari mandi air panas, dan paling anti mandi air dingin, namun selama Live In kami harus mandi air dingin, karena tidak ada air panas di sana, sehingga kami terbiasa mandi air dingin. Kedua, kami yang dulunya pemilih makanan, makan sering tidak habis, sekarang lebih menghargai makanan, dan tidak memilih makanan lagi, karena selama Live In kami merasakan betapa susahnya makan-makanan yang beraneka macam. Selama Live In setiap hari kami harus makan tempe tahu yang dipanasi berkali-kali sampai kami sakit tenggorokkan. Lalu ketika kami membuka penutup makanan saat ingin makan, kami melihat di dalam penutup makanan ada serangga sejenis jangkrik. Kemudian ketika ketika kami sedang makan, kami melihat tempe dan ayam yang kami makan disemutin di dalamnya. Selanjutnya makanan dari pagi, siang, hingga malam menunya sama, yaitu kangkung, dan kangkungnya tidak dipanasi lagi, tapi diletakkan begitu saja. Ketiga, kami yang biasanya paling tidak bisa tidur tanpa AC (Air Conditioning), dan selalu mengeluh ketika mati lampu di Jakarta, namun kami harus tidur selama Live In tanpa AC (Air Conditioning), tanpa kipas angin, dan jendela ditutup, sehingga tidak ada angin sama sekali, lalu belum lagi banyak kotoran binatang dan binatang yang jatuh dari atap kamar kami ke tempat tidur kami, tetapi dalam keadaan itu semua, ternyata kami masih bisa tetap tidur dengan pulasnya, walaupun dengan perasaan tidak tenang.

Karena adanya Live In, kami sangat bersyukur dengan apa yang kami miliki saat ini, kami memiliki Tuhan, orang tua yang menyayangi kami selalu, teman-teman yang baik, rumah yang nyaman, makanan yang sangat berkecukupan. Kami tidak akan pernah bisa membayangkan bagaimana rasanya berada di posisi orang tua angkat kami. Kami rasa kami tidak akan pernah sanggup bila menjadi orang tua angkat kami yang bisa tinggal dalam keadaan itu semua.

Maka dari itu, mulai detik ini, kami berjanji untuk tidak akan pernah mengeluh lagi, kami akan selalu mensyukuri apa yang kami miliki saat ini, karena masih banyak sekali di luar sana orang yang di bawah kami.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

1 komentar:

  1. Casino Roll
    At CasinoRoll, players can enjoy 배당흐름 a 사이트 제작 wide range of casino 생활 바카라 games including blackjack, roulette, poker, craps, and 룰렛 판 roulette. Our live dealer tables are 다 파벳 모바일 loaded with tables

    BalasHapus