Oksigen Desa
Laporan Live In untuk Melengkapi Tugas Geografi dan
Sosiologi
Vania Onasie / 23 / XA
Deviana / 3 / XD
SMA Tarakanita 2
Jl. Pluit Dalam I No. 10 Penjaringan, Jakarta Utara 14450
Live In adalah hal yang wajib dilakukan bagi kami
siswa-siswi kelas 10 di SMA Tarakanita 2. Dan tiba saatnya, saat kami pergi
Live In pada tanggal 28 april 2014-3 Mei 2014 yang bertempat di Klaten, Solo,
Jawa Tengah. Kami semua terbagi dalam 4 desa yaitu, desa Pesu, desa Tegal, desa
Mawen dan desa Sarap. Dan kami berdua, alias Vania dan Deviana, kebetulan
bertempat tinggal di desa Tegal, yang termasuk ke dalam daerah dataran tinggi.
Di desa Tegal ini masih dikelilingi gunung, dan didominasi oleh sawah (sehingga
penduduknya agraris), serta di desa Tegal ini masih sedikit rumah-rumah penduduk.
Udaranya pun cukup panas karena teriknya matahari, namun sejuk, karena angin
bertiup kencang.
Di desa Tegal ini, kami tinggal di sebuah rumah, dan
dapat dikatakan rumah orang tua angkat kami masih tergolong miskin, dibandingkan
rumah-rumah tetangganya. Di dalam rumah itu tinggal ibu angkat kami dan ayah
angkat kami, serta satu cucu perempuannya berumur dua tahun dari anak ketiganya
yaitu perempuan. Ayah angkat kami berumur 50 tahun, dan pekerjaan beliau adalah
sebagai tukang batu di Jakarta, yang baru saja berangkat ke Jakarta ketika hari
kedua kami di rumah tersebut. Ibu angkat kami berumur juga 50 tahun, dan
pekerjaan beliau adalah menjaga cucunya itu, memasak, mencuci baju dan piring,
serta mengurus rumah, karena beliau sudah tidak bekerja. Mereka memiliki tiga
orang anak, anak pertama mereka lelaki yang tinggal dan bekerja di Tangerang;
anak kedua mereka lelaki sudah meninggal karena sakit diracuni orang melalui
pembuluh darahnya, dengan disantet oleh teman kerjanya; anak ketiga mereka
yaitu perempuan bekerja pada perusahaan garmen di kota Solo, dan pulang
seminggu sekali. Keluarga angkat kami tersebut beragama Islam, ini terbukti
karena kami sering melihat keluarga angkat kami menggunakan pakaian sembahyang
umat beragama Islam, dan mereka sembahyang ala agama Islam. Ayah angkat kami
adalah penduduk asli Tegal, sedangkan ibu angkat kami adalah pendatang yang
baru tinggal di Tegal setelah menikah dengan ayah angkat kami.
Rumah ibu angkat kami masih beralaskan semen, beratapkan
kayu bolong-bolong, dinding yang masih belum di cat, belum ada pompa, belum
menggunakan air PAM (Perusahaan Air Minum), masih menggunakan sumur dengan
menimba untuk keperluan mencuci piring dan baju, serta untuk mandi, meminta air
putih untuk minum dari tetangga. Kamar tidur yang kami tempati berada di ruang
tamu, yang hanya ditutupi oleh gorden, tempat tidur kami masih di atas semen,
kami tidur tidak menggunakan kipas angin dan jendela ditutup, dapat dibayangkan
betapa panasnya. Lalu atap-atap di atas kamar kami yang terbuat dari kayu yang
masih memiliki celah, sering sekali kotoran binatang (seperti : kotoran cicak),
dan binatang (contoh : serangga kecil-kecil) jatuh dari atas atap kamar kami,
ke tempat tidur kami, sehingga tempat tidur kami kotor, dipenuhi kotoran
binatang, dan binatang yang jatuh. Lalu kamar tidur kami banyak sekali nyamuk,
sehingga kami harus menggunakan obat anti nyamuk ketika tidur. Di rumah ibu
angkat kami ada dua ayam, dan kucing peliharaan ibu angkat kami. Dan cucu dari
ibu angkat kami senang memeluk-meluk, serta menggendong-gendong kucing
peliharaannya, yang bernama Pusi.
Keluarga angkat kami berperilaku sangat baik pada
kami, beliau sudah menganggap kami seperti anak beliau sendiri. Beliau begitu
perhatian pada kami. Ketika kami pergi, beliau selalu mengirimkan pesan singkat
kepada kami untuk jangan lupa pulang ke rumah untuk makan. Beliaupun tidak
membiarkan kami bekerja membantunya, namun kami tetap memaksa untuk
membantunya, seperti membantu mencuci piring, membantu menimba air, membantu
memotong sayur, menemani beliau ketika belanja di tukang sayur keliling,
mengajak cucunya bermain.
Masyarakat sekitar desa Tegal ini mayoritas bekerja
sebagai petani. Perlakuan keluarga angkat kami kepada masyarakat sekitar sangat
ramah, baik, dan saling tolong menolong, begitupun sebaliknya masyarakat
sekitar kepada keluarga angkat kami.
Manfaat geografi dalam bidang pertanian sangat baik
terjadi dalam desa Tegal ini, karena dari segi geografi, pertanian merupakan
system keruangan yang terdiri dari aspek fisik dan aspek manusia. Aspek fisik
antara lain meliputi lahan, iklim, air, dan udara, yang aspek fisik ini sudah
tersedia semua di desa Tegal ini. Sedangkan aspek manusia meliputi tenaga
kerja, tradisi kehidupan, teknologi, dan ekonomi masyarakat, dan aspek manusia
juga sudah tersedia semua di desa Tegal ini. Sehingga hal ini berguna untuk
menjaga keseimbangan dan keselarasan lingkungan lahan desa Tegal supaya hasil
produksinya semakin tetap tinggi tanpa merugikan lingkungan yang lain.
Berdasarkan konsep-konsep geografi, tempat kami Live
In, konsep lokasinya yaitu nilai jual rumahnya akan rendah karena jauh dari
jalan raya; konsep jaraknya yaitu jaraknya cukup jauh dengan desa lainnya,
kelurahan, maupun jalan raya; konsep keterjangkauannya yaitu sulit dijangkau,
karena daerah tersebut sudah berada di pedesaan, dan desa Tegal yang saya
tinggali ini sulit dijangkau karena letaknya di daerah dataran yang lebih
tinggi lagi; konsep polanya yaitu pola pemikuman dengan keadaan alam yang masih
banyak sawah dan gunung di sekitarnya; morfologinya yaitu desa Tegal ini berada
di dataran tinggi, dan jalannya sedikit bebatuan dan kurang rapi; konsep
aglomerasinya yaitu penduduk cenderung bermatapencaharian sebagai petani;
konsep nilai kegunaannya yaitu penduduk akan merasa lebih nyaman, karena mereka
bermatapencaharian sebagai petani, dan sawah berada di dekat tempat tinggal
mereka, jadi itu memudahkan mereka untuk bekerja.
Selama Live In, kami mengamati masyarakat pedesaan,
bahwa mereka sangat mengutamakan tolong menolong antar tetangga yang mewarnai
hampir seluruh segi kehidupan masyarakat, dan hal ini berbeda dengan masyarakat
kota yang individualistis, dan di kota keakraban hubungan ketetanggaan
cenderung berkurang dan renggang. Hal ini masuk ke dalam pelajaran Ruang
Lingkup Sosiologi, mengenai konsep tentang realitas sosial budaya, yaitu
ketetanggaan, yang berarti satuan sosial yang terdiri atas beberapa orang yang
bertempat tinggal saling berdekatan. Dan konsep tentang realitas sosial budaya dianggap
penting dalam mempelajari sosiologi, terutama bagi mereka yang ingin mendalami
gejala dan realitas sosial budaya.
Dan di dalam tempat kami Live In, ada beberapa masalah
yang masuk ke dalam masalah sosial dalam sosiologi, seperti : kemiskinan (yaitu
rumah ibu angkat kami masih sangat sederhana, beralaskan semen, dinding yang
belum dicat, atap yang masih berupa kayu bolong-bolong, belum ada pompa untuk
menyalurkan air PAM (Perusahaan Air Minum) sehingga masih menimba di sumur
untuk mandi dan mencuci baju serta pakaian), dan lingkungan hidup (yaitu tahun
kemarin 2013, untuk pertama kalinya terjadi bencana banjir yang menggenangi
rumah ibu angkat kami. Dan baru-baru ini ada asap yang menyelimuti lingkungan
desa ibu angkat kami, akibat asap kiriman dari Yogyakarta).
Di tempat kami Live In juga ada banyak macam-macam
nilai sosial, seperti : nilai berdasarkan cirinya, yaitu nilai yang mendarah
daging, yang berarti nilai yang menjadi kebiasaan karena sudah ditanamkan sejak
kecil, sehingga menjadi kepribadian orang itu (contohnya : semua
penduduk di sana saling
sapa-menyapa saat berpapasan di jalan). Dan contoh tersebut juga bisa masuk ke dalam nilai berdasarkan
sifatnya, yaitu nilai etika, yang berarti, nilai yang ukurannya bersumber
pada moral masyarakat setempat, yang ditunjukkan dengan tingkah
laku. Selain nilai etika, masih banyak lagi macam-macam
nilai sosial yang dapat digolongkan berdasarkan sifatnya, seperti : nilai
religius, yang berarti nilai yang ukurannya bersumber pada ajaran agama yang
dianut oleh masyarakat (contohnya : berdoa tepat waktu, dan selalu menyempatkan diri untuk membaca
kitab suci agama masing-masing); nilai logika,
yang berarti : nilai yang ukurannya bersumber pada akal pemikiran manusia
secara umum (contohnya : ada anggapan di sana, bahwa anak perempuan dilarang
pulang lewat dari jam 7 malam); nilai estetika, yang berarti : nilai yang
ukurannya bersumber pada baik atau tidak, indah atau tidak yang didasarkan oleh
perasaan (contohnya : orang-orang desa di sana, seperti ibu angkat saya,
mempunyai rasa iba terhadap anak-anak kota yang live in di sana untuk pergi ke
sawah atau mengerjakan pekerjaan yang berat, dikarenakan fisik anak-anak kota
terlihat lebih bersih dan berkulit putih, serta terlihat lemah dan gemulai); nilai praktika, yang berarti : nilai yang ukurannya
bersumber pada terampil atau tidak yang didasarkan oleh pengamatan (contohnya :
keterampilan ibu angkat kami menimba
di sumur secara cepat).
Dalam pengamatan kami, masyarakat desa juga melakukan
interaksi sosial, yang berarti hubungan timbal balik antara individu dengan
individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok. Kami bisa
menyimpulkan demikian, karena terpenuhinya beberapa syarat terjadinya interaksi
sosial, seperti : adanya kontak sosial (kontak sosial bersifat primer (fisik
bersentuhan) antara ibu angkat kami dengan cucunya, kontak sosial bersifat
sekunder (tidak menyentuh, ada perantara) misalnya ibu angkat kami menggunakan
telepon genggam untuk menelpon suaminya yang bekerja di Jakarta); komunikasi,
karena ada 5 unsur pokok komunikasi, yaitu komunikator (orang yang menyampaikan
informasi ke orang lain) berupa ibu angkat kami, komunikan (orang yang menerima
inforasi dari komunikator) berupa bapak angkat kami, pesan (sesuatu yang
disampaikan komunikator kepada komunikan) berupa ungkapan ibu angkat kami yang
mengingatkan bapak angkat kami untuk istirahat yang cukup dan makan teratur,
media (alat untuk menyampaikan pesan) berupa telepon genggam, dan efek
(tanggapan atau perubahan yang diharapkan terjadi pada komunikan setelah
mendapat pesan dari komunikator) berupa bapak angkat kami menjadi makan teratur
di Jakarta.
Sosialisasi juga terjadi di tempat kami Live In. Hal
ini dibuktikan dengan adanya jenis-jenis sosialisasi, berdasarkan tahapannya,
yaitu sosialisasi sekunder, yang berarti : sosialisasi yang dilakukan di luar
lingkup keluarga (contohnya : cucu dari ibu angkat kami sering
diajarkan oleh ibu angkat kami untuk
bersosialisasi dengan kami, melalui mengajarkan cucunya memanggil-manggil
nama kami, dan mengajak kami bermain).
Dan termasuk juga ke dalam jenis-jenis sosialisasi
berdasarkan pelaksanaan, yaitu sosialisasi partisi partoris, yang berarti :
penanaman kebiasaan nilai dan norma, yang menimbulkan kesadaran individu,
dengan cara baik-baik (contohnya : ketika cucu dari ibu angkat kami tidak
menyapa kami, ibu angkat kami langsung menasihatinya secara pelan-pelan, untuk
menyapa kami).
Selain itu, cucu dari ibu angkat kami dapat masuk
ke dalam tahapan sosialisasi, yaitu tahap awal atau persiapan (berumur 1-5 tahun),
karena cucunya masih berusia 2 tahun. Sehingga cucunya itu dari lahir, melakukan sesuatu, namun
belum mengetahui alasannya.
Ibu
angkat kami juga berperan sebagai agen sosialisasi, yang termasuk ke golongan
keluarga, karena beliau membantu cucunya (individu) untuk
melaksanakan sosialisasi.
Selain itu, ibu angkat kami menjadi agen sosialisasi
bagi cucunya, agar cucunya dapat mencapai tujuan sosialisasi yaitu : cucunya
dapat mengenal diri sendiri (kepribadiannya) dan orang lain (kami), dan cucunya
dapat menyesuaikan perannya di keluarga maupun masyarakat luas.
Dan secara alami, cucu dari ibu angkat kami sudah
memiliki faktor intrinsik yang mempengaruhi sosialisasi, berupa biologis,
kecerdasan, emosi, dan bakat. Sedangkan faktor ekstrinsik, cucu dari ibu angkat
kami belum bisa mendapat pengaruh sepenuhnya dari keluarga, karena
sehari-harinya cucu dari ibu angkat kami hanya tinggal berdua dengan ibu angkat
kami, sedangkan ayah angkat kami bekerja di Jakarta dan jarang pulang, lalu
ibunya bekerja di kota Solo dan hanya pulang seminggu sekali, serta ayahnya
telah berpisah dengan ibunya, sehingga dia jarang bertemu ayahnya. Akibatnya,
dia hanya merasa nyaman bila bersama ibu angkat kami.
Karena
orang-orang desa selalu bersosialisasi dalam bentuk mereka selalu sapa menyapa,
bersikap ramah satu sama lain, dan juga saling menolong satu sama lain, maka
sosialiasi itu semua mempengaruhi kepribadian mereka, sehingga kepribadian
mereka menjadi terbuka dan baik.
Banyak sekali faktor pembentuk kepribadian masyarakat
desa, seperti : warisan biologis (sudah ada secara alami dari lahir),
lingkungan fisik (orang-orang yang tinggal di daerah dataran
tinggi, seperti desa Tegal tempat kami live in, memiliki suara yang lebih kecil
(halus) dibandingkan dengan orang yang tinggal di pantai), lingkungan sosial budaya
(dipengaruhi oleh keberadaan kelompok dalam masyarakat, yaitu mereka adalah orang Jawa, jadi otomatis mereka
halus), pengalaman unik (ibu
angkat kami pernah bercerita bahwa anak keduanya yang meninggal, dikarenakan
disantet oleh temannya sendiri, sehingga ibu angkat kami pembawaan dalam
dirinya lebih misterius dan terisolasi dengan masa lalunya).
Sehingga dapat disimpulkan sosialisasi individu dalam
masyarakat desa dapat mempengaruhi kepribadian, karena kepribadian didapat dari
pengalaman-pengalaman bersosialisasi. Seperti : kami menjadi ramah
(kepribadian), setelah mengalami sosialisasi dengan masyarakat desa selama satu
minggu.
Selama Live In, ada juga teman kami, yang bernama
Hubert, jatuh dari sepeda motor di daerah tanjakkan. Ini akibat dirinya tidak
mematuhi aturan guru, yang mengatakan dilarang membawa sepeda motor di desa.
Ini masuk ke dalam jenis perilaku menyimpang, berdasarkan bentuknya :
penyimpangan primer (temporer dan tidak berulang-ulang), berdasarkan sifatnya :
penyimpangan negatif (ditolak oleh masyarakat), berdasarkan pelakunya :
penyimpangan individu (dilakukan sendiri).
Bentuk perilaku menyimpang yang dilakukan teman kami,
Hubert termasuk ke dalam kenakalan remaja.
Dan ada pengendalian sosial yang dilakukan setelah
kejadian jatuhnya teman kami tersebut, yaitu masuk ke dalam macam pengendalian
sosial, berdasarkan waktu : preventif (diperingati terlebih dahulu sebelum
jatuh, bahwa dilarang naik motor oleh guru), dan represif, berupa persuasif
(dinasihati oleh guru setelah jatuh dari motor).
Dengan adanya Live In ini, kami menerima banyak sekali
pelajaran, yang bisa kami terapkan dalam kehidupan kami masing-masing, seperti
: pertama yang biasanya kami setiap hari mandi air panas, dan paling anti mandi
air dingin, namun selama Live In kami harus mandi air dingin, karena tidak ada
air panas di sana, sehingga kami terbiasa mandi air dingin. Kedua, kami yang
dulunya pemilih makanan, makan sering tidak habis, sekarang lebih menghargai
makanan, dan tidak memilih makanan lagi, karena selama Live In kami merasakan
betapa susahnya makan-makanan yang beraneka macam. Selama Live In setiap hari
kami harus makan tempe tahu yang dipanasi berkali-kali sampai kami sakit
tenggorokkan. Lalu ketika kami membuka penutup makanan saat ingin makan, kami
melihat di dalam penutup makanan ada serangga sejenis jangkrik. Kemudian ketika
ketika kami sedang makan, kami melihat tempe dan ayam yang kami makan disemutin
di dalamnya. Selanjutnya makanan dari pagi, siang, hingga malam menunya sama,
yaitu kangkung, dan kangkungnya tidak dipanasi lagi, tapi diletakkan begitu
saja. Ketiga, kami yang biasanya paling tidak bisa tidur tanpa AC (Air
Conditioning), dan selalu mengeluh ketika mati lampu di Jakarta, namun kami
harus tidur selama Live In tanpa AC (Air Conditioning), tanpa kipas angin, dan
jendela ditutup, sehingga tidak ada angin sama sekali, lalu belum lagi banyak
kotoran binatang dan binatang yang jatuh dari atap kamar kami ke tempat tidur
kami, tetapi dalam keadaan itu semua, ternyata kami masih bisa tetap tidur
dengan pulasnya, walaupun dengan perasaan tidak tenang.
Karena adanya Live In, kami sangat bersyukur dengan
apa yang kami miliki saat ini, kami memiliki Tuhan, orang tua yang menyayangi
kami selalu, teman-teman yang baik, rumah yang nyaman, makanan yang sangat
berkecukupan. Kami tidak akan pernah bisa membayangkan bagaimana rasanya berada
di posisi orang tua angkat kami. Kami rasa kami tidak akan pernah sanggup bila
menjadi orang tua angkat kami yang bisa tinggal dalam keadaan itu semua.
Maka dari itu, mulai detik ini, kami berjanji untuk
tidak akan pernah mengeluh lagi, kami akan selalu mensyukuri apa yang kami
miliki saat ini, karena masih banyak sekali di luar sana orang yang di bawah
kami.
Casino Roll
BalasHapusAt CasinoRoll, players can enjoy 배당흐름 a 사이트 제작 wide range of casino 생활 바카라 games including blackjack, roulette, poker, craps, and 룰렛 판 roulette. Our live dealer tables are 다 파벳 모바일 loaded with tables